KOMPETENSI
Dalam pembahasan ini diharapkan Anda memahami tentang:
Salah satu ajaran pokok Islam yang harus diketahui oleh semua umat Islam pada khususnya dan manusia secara umum adalah akidah. Banyak orang yang telah berislam tapi barangkali belum mengetahui secara benar bagaimana akidah Islam dan cara mengamalkannya. Ini bisa dipahami lantaran banyak diantara kita yang memeluk agama Islam hanya karena supaya mendapat identitas saja, kemudian sebagian yang lain karena semata-mata lahir dari orangtua dan lingkungan Islam. Cara beragama seperti ini jelas tidak benar. Karenanya sangat penting untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar akidah Islam.
Dalam pembahasan ini diharapkan Anda memahami tentang:
- Pengertian
- Syarat Utama Akidah
- Urgensi Akidah
- Sifat Akidah
- Ruang Lingkup Akidah
- Sumber Akidah
Salah satu ajaran pokok Islam yang harus diketahui oleh semua umat Islam pada khususnya dan manusia secara umum adalah akidah. Banyak orang yang telah berislam tapi barangkali belum mengetahui secara benar bagaimana akidah Islam dan cara mengamalkannya. Ini bisa dipahami lantaran banyak diantara kita yang memeluk agama Islam hanya karena supaya mendapat identitas saja, kemudian sebagian yang lain karena semata-mata lahir dari orangtua dan lingkungan Islam. Cara beragama seperti ini jelas tidak benar. Karenanya sangat penting untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar akidah Islam.
PENGERTIAN
Secara etimologi, akidah berasal dari bahasa Arab: aqada – ya’qidu – aqidatan (aqidah) yang artinya: simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh (al-Munawar, 1984: 1023). Adapun secara terminologi (istilah), akidah adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan. Mengapa keyakinan? Karena sebagian besar pembahasannya banyak berkaitan dengan sesuatu yang ghaib, hal-hal metafisis, yang tidak bisa dibuktikan secara empiris, tidak bisa diindera dengan indera fisik (panca indera).
Selanjutnya ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menyebut ajaran akidah, yaitu:
1. Akidah
Seperti telah disinggung di atas, akidah berasal dari kata aqidah yang artinya simpul, ikatan, janji, kokoh. Mengapa dikatakan simpul/ikatan? Karena ajaran-ajaran yang berkenaan dengan akidah merupakan simpul utama ajaran Islam. Tanpa aqidah, pengamalan terhadap ajaran Islam yang lain tak diakui. Disebut “janji” karena akidah berisi keyakinan yang tidak cukup hanya diyakini secara pasif. Tapi keyakinan aktif. Keyakinan yang mengandung konsekuensi dan janji untuk mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi larangannya. Keyakinan yang tak dibarengi dengan pemenuhan janji ini berarti keimanan yang ingkar janji. Arti “kokoh” mengandung pengertian bahwa keimanan ini haruslah keimanan yang kokoh, keimanan yang kuat. Hanya keimanan yang kokohlah yang akan membawa dampak positif dan mempunyai arti bagi seseorang.
2. Tauhid
Tauhid bersal dari kata: wahhada-yuwahhidu-tauhidan (tauhid) yang artinya “esa/tunggal”. Ini merujuk pada sifat Allah yang tunggal. Mengapa merujuk pada keesaan Allah? Karena inti utama dari ajaran ini adalah mengesakan Allah, menjadikan Allah sebagai sumber utama segala hal. Allah adalah titik fokus kehidupan, titik fokus konsentrasi. Allah adalah tujuan utama segala amal perbuatan.
3. Ushuluddin
Ushuluddin merupakan bahasa Arab ushul ad-din yang artinya pokok-pokok agama. Ajaran ini merupakan ajaran pokok agama. Orang yang akan memeluk Islam pertama-tama harus memahami tentang ajaran ini. Jadi ini adalah ilmu dasar yang harus dipahami oleh setiap orang yang memeluk Islam. Tanpa memahami dan meyakini ajaran ini, keberislaman kita tak ada gunanya.
4. Fikih Akbar
Fiqh akbar artinya pemahaman terbesar, atau pemahaman yang paling penting. Ajaran ini adalah ajaran yang harus mendapat prioritas, pemahaman yang sangat penting sehingga disebut fiqh akbar.
SYARAT UTAMA AKIDAH
Memang benar bahwa asas utama akidah adalah keyakinan. Namun demikian, dalam ajaran Islam, keimanan bukan sesuatu yang serta-merta dipercaya begitu saja. Dia harus memenuhi syarat dan alasan tertentu untuk bisa dipercaya sebagai kebenaran. Alasan inilah yang disebut dengan dalil (landasan argumentasi). Landasan argumentasi ini terbagi menjadi dua: argumentasi logika (dalil aqliyyah) dan argumentasi berdasarkan ayat suci (dalil naqliyyah). Kedua dalil inilah yang menjadi ujian awal bagi sebuah akidah yang lurus (aqidah shihah). Jadi, aqidah adalah kepercayaan argumentatif yang bisa diklarifikasi sumber kebenarannya. Inilah bedanya aqidah dengan mitos. Mitos adalah kepercayaan yang tak berdasar dan tak bisa diklarifikasi sumber kebenarannya.
Selanjutnya, argumentasi ‘aqliyyah dan naqliyyah di atas barulah prasyarat awal atau sebut saja sebagai pintu masuk. Dengan kata lain, kedalaman keimanan bukan terletak pada kemampuan seseorang dalam memahami argumentasi-argumentasi itu. Tapi terletak pada dimensi batin, terletak pada dimensi ghaib, dimensi spiritual yang tidak terindera. Untuk mempertajam keimanan tidak bisa hanya melakukan penalaran logis dan pemahaman atas teks kitab suci. Tapi harus disertai dengan latihan-latihan spiritual atau sebut saja latihan untuk menghidupkan indera keenam.
URGENSI AKIDAH
Mengapa orang mesti mempunyai akidah atau keyakinan? Karena keyakinan adalah mesin yang menggerakkan sikap dan perbuatan seseorang. Sebagai contoh, orang yang punya keyakinan bahwa dirinya akan sukses pasti akan tergerak untuk mencapai kesuksesan tersebut. Sebaliknya, orang yang yakin kalau dirinya tak akan pernah sukses, maka ia cenderung pasif dan malas. Orang yang yakin kalau harta adalah sumber kebahagiaan, maka ia juga akan berusaha keras untuk mendapatkannya. Demikian seterusnya. Intinya, keyakinan adalah penggerak semua aktifitas manusia. Sikap dan perbuatan manusia pada dasarnya adalah cerminan dari keyakinannya.
Selanjutnya, akidah menjadi penting karena dua hal. Pertama, akidah adalah bagian terpenting dalam ajaran Islam. Jika ajaran Islam ini diumpamakan jasad, maka iman adalah ruhnya. Ia adalah jantung yang memompa darah kehidupan ke sekujur badan. Demikian halnya dengan akidah. Dialah yang menjadi ruh ajaran Islam. Berdasarkan imanlah seseorang akan dinilai di hadapan Allah. Pada gilirannya, imanlah yang akan mengontrol dan mengarahkan perilaku seorang Mukmin. Bahkan, shalat, haji, puasa, dan seluruh amal baik tak ada gunanya tanpa adanya keimanan. Demikian juga kualitas keberagamaan kita, kualitas ibadah kita juga diukur dengan seberapa besar keimanan kita kepada Allah. Mungkin kita shalat dan melakukan kebajikan lain, tapi apakah kita benar-benar mengingatnya? Apakah Allah senantiasa hadir dalam kehidupan kita? Apakah kalau kita sedang shalat kita merasa benar-benar sedang menghadap Allah? Apakah saat kita mendapat keberuntungan kita sadar bahwa itu datangnya dari Allah?
Kedua, akidah mempunyai manfaat yang besar dalam kehidupan. Hidup ini sangat labil, penuh dengan ujian dan cobaan. Untuk menghadapi situasi semacam ini manusia memerlukan pegangan yang kokoh, memerlukan sandaran yang kuat, membutuhkan mental yang tahan banting. Bagaimana cara mendapatkan semuanya? Caranya adalah dengan beriman kepada Allah. Jadi beriman kepada Allah adalah konsep dasar untuk membentuk pribadi yang tangguh. Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah akan menjadi sosok tangguh yang kebal dari rasa takut dan kesedihan (QS. al-Baqarah [2[: 38).
SIFAT AKIDAH
Sifat akidah bagi manusa adalah bawaan (fithrah) manusia. Manusia secara secara kodrati sudah mempunyai kecenderungan atau naluri untuk bertuhan. Sifat inilah yang oleh Mircle Eliade disebut sebagai homo religious. Danah Zohan dan Ian Mashall menyebutnya sebagai “God spot”. (Pasha, 2005: 164). Dari waktu ke waktu, meski tanpa mengenal ayat Tuhan dan para rasul, sejarah manusia selalu diwarnai dengan pencarian dan penyembahan akan Tuhan.
Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT berfirman: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan). (QS. al-Araf [7]: 172).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa sebelum manusia terlahir ke dunia Allah pernah mengambil sumpah terhadap jiwa-jiwa mereka dengan menanyakan kepada jiwa-jiwa itu: "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" kemudian para jiwa itu menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". Jadi para jiwa itu telah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Jadi para jiwa itu telah mempunyai ingatan tentang “Allah” di “alam bawah sadar” mereka. Karenanya, dalam konteks ini, mengajak orang untuk bertuhan“Allah”pada hakikatnya hanyalah mengingatkan atau membangunkan ingatan bawah sadar mereka, dan bertuhan “Allah” bagi manusia adalah kembali pada hakikatnya adalah kembali pada hakikatnya kemanusiaan yang sesungguhnya.
RUANG LINGKUP AKIDAH
Apa yang akan kita pelajari dalam akidah ini? Ulama telah membagi ruang lingkup pembahasan akidah ke dalam 4 (empat) pembahasan, yaitu:
SUMBER AKIDAH
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa akidah atau keyakinan yang kita maksud bukanlah sekedar keyakinan, tapi keyakinan yang mempunyai sumber shahih atau otoritatif. Keyakinan yang tak berdasar kita sebut sebagai mitos. Semua informasi yang berkenaan dengan keyakinan ini harus mempunyai referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana telah disinggung di sebelumnya, bahwa sumber utama utama akidah adalah al-Quran, sumber utama ajaran Islam. Selanjutnya adalah ucapan, perbuatan, ketetapan dari Nabi Muhammad SAW yang disebut dengan Sunah. Petanyaannya adalah, mengapa harus kitab suci al-Quran dan Sunah? Mengapa tidak kitab suci yang lain? Apakah kitab ini bisa dipercaya sebagai sumber kebenaran? Apa sebenarnya al-Quran dan apa pula Sunah/al-Hadits ini? Apakah keduanya bisa dipercaya? Mari kita bahasa satu-persatu melalui penjelasan berikut.
Pentingnya Sumber Kebenaran
Anda pasti pernah menyaksikan sidang pengadilan, kan? Dalam dunia tata hukum, pengadilan adalah tempat untuk membuktikan suatu kebenaran yang kemudian juga diketahui mana pihak yang salah. Nah, untuk mendapatkan kebenaran ini, suatu kasus yang disidangkan harus mempunyai alat bukti yang kuat. Bukti itu bisa material ataupun keterangan para saksi yang terpercaya. Hakim boleh jadi tak melihat langsung kejadian. Tapi dia bisa memutuskan mana benar dan mana salah berdasarkan kesaksian atau berita yang didapat dari para saksi ini. Jadi, untuk mendapatkan bukti kebenaran dapat melalui 2 (dua) cara: menyasikan langsung, atau melalui sumber dan bukti-bukti yang terpercaya. Akidah sebagaimana telah didefinisikan sebelumnya adalah ajaran Islam yang berkenaan dengan keyakinan. Lebih jelasnya, isi dari akidah yang kita maksud di sini adalah berupa informasi-informasi yang sebagian banyak berkenaan dengan obyek ghaib/metafisis yang tidak dapat disaksikan langsung dengan pancaindera, tidak empiris. Sampai sini barangkali ada yang menyangkal: kalau tidak bisa dicerna dengan pancaindera apakah itu bisa disebut dengan kebenaran? Bukankah yang disebut dengan “kebenaran ilmiah” harus memenuhi 2 syarat pokok: empiris dan rasional. Syarat ini memang benar untuk hal-hal yang kasat mata, hal-hal yang empiris. Tapi sekali lagi kan tadi sudah dibilang, yang dibicarakan dalam akidah kebanyakan bukanlah hal-hal yang kasat mata. Jadi nilai kebenarannya tidak bisa diukur dengan ukuran yang diberlakukan untuk hal-hal yang kasat mata. Jadi alat ukur kebenaran itu berbeda-beda sesuai dengan jenis obyeknya. Alat penimbang berat tentu tidak bisa digunakan untuk mengukur jarak tempuh, berbeda pula dengan alat pengukur suhu, dan seterusnya.
Bahkan untuk yang kasat mata pun seringkali kita menyatakan benar bukan karena kita telah mengukurnya secara empiris dan rasional. Tapi karena kita yakin, karena kita percaya pada sumber informasinya. Contoh mudahnya ketika Anda pergi ke dokter. Setelah dokter mendiagnosa kondisi penyakit Anda biasanya ia menulis resep. Setelah Anda lihat resep itu ternyata Anda tidak bisa membaca tulisan si dokter itu, kan? Atau meskipun bisa membacanya tapi kebanyakan orang awam tidak tahu benda macam apa yang ditulis oleh di dokter ini. Tapi apa yang kita lakukan? Apa kita protes gara-gara ketidakpahaman kita? Kebanyakan, bahkan pasien yang cerdas, tidak perlu bertele-tele bertanya segala macam, apalagi protes sama dokter. Kebanyakan percaya saja dan langsung pergi ke apotik untuk menyerahkan resep itu. Kemudian melakukan apa pun yang disarankan dokter. Mengapa demikian? Karena kita tahu kalau si dokter ini adalah dokter yang otoritatif, dokter yang punya ijin praktek.
Atau tidak usah jauh-jauh ngomongin dokter. Dalam kehidupan sehari-hari saja kita seringkali menyatakan kebenaran dengan percaya begitu saja. Bukan karena kita benar-benar tahu bukti. Tapi karena kita percaya pada sumber informasinya. Kita telah mengenal baik bahwa pembawa informasi itu adalah orang yang jujur dan amanah. Dengan demikian, untuk meyakini suatu kebenaran kita tidak harus menyaksikan langsung obyek keyakinan tersebut. Tapi bisa melelui sumber-sumber yang otoritatif. Jadi, sumber informasi yang otoritatif adalah salah satu bukti kebenaran. Saya belum pernah ke Mekah, tapi saya yakin seribu prosen bahwa di sana ada Ka’bah, meskipun saya belum pernah menyaksikan langsung. Mengapa saya percaya padahal saya belum pernah membuktikan dan menyaksikan sendiri? Karena sudah banyak yang ke sana dan bercerita bahwa di sana memang benar-benar ada Ka’bah. Yang menceritakan itu banyak sekali dan banyak diantara mereka adalah orang yang jujur dan amanah. Jadi, saya juga belum pernah berkunjung ke surga. Tapi mudah saja saya percaya akan adanya surga. Mengapa? Karena saya mendapat informasi ini dari Muhammad, orang yang dijuluki “al-Amin” (terpercaya), bahkan saya mendapat informasi langsung dari yang membuat surga, Allah SWT. Benarkan Muhammad dan al-Quran ini bisa dipercaya? Mari kita bahas sejenak.
Otoritas Al-Quran sebagai Sumber Akidah
Wahyu Allah sudah diturunkan sejak pertama kali adanya manusia di muka bumi ini. Adam AS adalah manusia pertama, sekaligus rasul Allah pertama yang mendapat wahyu Allah. Orang yang dipercaya Allah untuk mengemban wahyu ini disebut dengan nabi/rasul. Para nabi dan rasul inilah orang-orang terpilih yang diberitugas untuk membimbing manusia ke jalan kebenaran.
Selanjutnya, setelah Nabi Adam AS wafat, para rasul silih berganti seiring dengan bergulirnya waktu. Secara keseluruhan, jumlah para nabi/rasul ini sangat banyak. Banyak diantara mereka yang tidak lagi ditemukan jejak sejarahnya. Mereka telah meninggal. Demikian juga wahyu dan ajaran yang mereka bawa juga banyak yang turut musnah. Sebagian yang masih ada tentu saja banyak juga yang telah berubah karena konskuensi logis dari perubahan sejarah di satu sisi dan suatu kesengajaan dari oknum-oknum (para penentang ajaran para rasul) tertentu di sisi yang lain.
Untungnya, wahyu Allah ini tidak terputus. Dari masa ke masa Allah terus-menerus menurunkan wahyu-Nya. Wahyu ini berisi ajaran-ajaran lama yang masih relevan dan otentik, sebagian bersifat meluruskan penyimpangan, dan sebagian yang lain merupakan ajaran baru yang merupakan penyempurnaan dari ajaran sebelumnya. Wahyu Allah yang terkhir turun dan masih dikenal dengan baik hingga sekarang secara berurutan adalah: Zabur/Perjanjian Lama (diturunkan kepada Nabi Dawud AS), Taurat/Perjanjian Lama (diturunkan kepada Nabi Musa AS), Injil/Perjanjian Baru (diturunkan kepada Nabi Isa AS/ Yesus Kristus), dan al-Quran/Perjanjian Terbaru (diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW).
Melihat urutan di atas, al-Quran adalah wahyu Allah terakhir yang jika dilihat ke dalam isinya berisi tentang: pertama, beberapa ajaran masa lalu yang berada dalam tiga kitab suci sebelumnya. Kedua, beberapa ajaran yang meluruskan penyimpangan yang terdapat dalam kitab sebelumnya. Ketiga, beberapa ajaran baru yang merupakan penyempurna dari ajaran-ajaran sebelumnya.
Melihat kronologi turunnya wahyu-wahyu Allah ini kita tahu persis bahwa al-Quran berada di urutan terakhir. Artinya al-Quranlah yang paling dekat dengan masa kita sekarang ini. Adalah suatu hal yang sangat logis bahwa semakin jauh jarak sejarah dengan masa kini maka semakin sulit data-data sejarah itu dilacak. Demikian juga dengan kitab wahyu-wahyu ini. Semakin jauh masa keberadaan suatu kitab suci, maka semakin sulit juga melacak data-data yang menunjukkan keotentikan kitab suci tersebut. Dengan kata lain, secara logika, al-Quran-lah yang paling memungkinkan untuk dilacak keotentikannya jika melihat durasi waktu dan rentang sejarah. Namun demikian, hal ini juga bukan serta merta suatu jaminan. Artinya al-Quran harus benar-benar dibuktikan bahwa kitab ini mempunyai beberapa alasan riil yang membuatnya bias diterima sebagai kitab suci yang masih terpelihara keorisinilannya hingga sekarang sehingga ia layak dijadikan pedoman.
Berkenaan dengan hal ini, ada beberapa fakta otentik yang dapat ditunjukkan. Pertama, al-Quran adalah satu-satunya kitab suci yang isinya ditulis dan dihafal sejak diturunkannya hingga sekarang. Dan satu lagi, para penghafal al-Quran ini bukan satu atau dua orang. Tapi ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang. Kedua, al-Quran adalah kitab suci yang terpelihara dengan bahasa asli (bahasa Arab) sejak diturunkannya hingga sekarang dan bahasa itu masih hidup di masyarakat hingga sekarang. Ketiga, kitab suci al-Quran tidak tercampur dengan kata-kata/sabda Nabi Muhammad SAW dan penjelasan para ilmuwan Islam (mufasir). Dalam disiplin keilmuan Islam, antara perkataan/firman Allah al-Quran, perkataan/sabda Nabi Muhammad SAW, dan perkataan/tafsir para ahli Islam (ulama, mufasir) dibedakan dengan tegas. Wahyu Allah dikumpulkan dalam al-Quran. Sabda Nabi Muhammad SAW dikumpulkan dalam al-Hadits/Sunah, dan perkataan para ulama dikumpulkan dalam kitab-kitab Tafsir. Dengan pemisahan seperti ini menjadi jelas bahwa al-Quran adalah murni firman Allah.
Otoritas Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa al-Quran
Selanjutnya hal penting yang harus juga diselidiki terkait dengan pembahasa ini adalah mengenai Nabi Muhammad SAW sebagai rasul Allah terakhir yang kepadanya diturunkan wahyu Allah yang terakhir (al-Quran). Selain wahyu itu sendiri, sosok pembawa wahyu itu harus kita ketahui dengan baik karena dialah pengabar pertama dari wahyu-wahyu itu. Bagi orang yang telah memahami dan mempunyai bukti-bukti kuat tentang kedahsyatan dan keotentikan al-Quran pastilah mudah untuk menerima dan mengakui Muhammad sebagai seorang rasul. Karena firman yang luar biasa ini tentulah dibawa oleh seorang yang luar biasa, orang yang dipilih Tuhan. Inilah bedanya Muhammad dengan rasul sebelumnya dimana kitab suci al-Quran adalah mukjizat utama bagi kenabiannya. Dan dalam al-Quran ini banyak kisah tentang Muhammad, tentu saja termasuk penyebutan bahwa Muhammad adalah seorang rasul.
Tapi bagaimana dengan orang yang belum atau tidak percaya dengan kitab suci ini. Bagaimana cara mengetahui sosok seorang tokoh yang telah berlalu begitu lama? Biografi. Yah, tepat sekali. Kita dapat mengetahui tokoh-tokoh besar ini melalui rekam jejak sejarahnya, melalui biografinya. Semakin banyak dan semakin detail jejak sejarah yang tertinggal, maka semakin mudah pula untuk mengenal tokoh tersebut. Dengan kata lain, tokoh yang jejak sejarahnya telah musnah semakin sulit untuk dikenali secara baik kepribadiannya. Ini adalah alasan ilmiah paling sederhana yang dapat kita jadikan argumentasi untuk mengetahui seorang tokoh.
Nah, pertanyaannya adalah, apakah sejarah Muhammad tertulis dengan baik? Tanpa ragu lagi saya menjawab “ya” seribu kali. Jejak sejarah Nabi Muhammad jelas yang paling mudah diteliti ketimbang rasul-rasul sebelumnya. Salah satu alasannya adalah dekatnya masa kehidupan Nabi Muhammad SAW dengan zaman kita sekarang ini. Muhammad adalah sosok yang paling terang dalam catatan sejarah. Dimana kita dapat mempelajari jejak sejarah dan biografi Muhammad? Pertama, al-Quran banyak bercerita tentang Muhammad. Kedua, al-Hadis/Sunah secara keseluruhan juga bercerita tentang. Apa yang dimaksud dengan al-Hadis/Sunah ini? Sunah adalah catatan para sahabat perihal Muhammad, baik kata-kata, perbuatan, maupun ketetapannya. Al-Hadis/Sunah adalah liputan besar tentang Muhammad. Jadi semua hal yang terkait dengan Muhammad dicatat. Bahkan sampai cara cara makan, cara masuk toilet Muhammad semuanya tercatat. Hebatnya, catatan-catatan yang disebut dengan al-Hadits dan Sunah ini tidak diterima begitu saja. Semuanya telah diverisikasi dengan suatu metode penelitian yang disebut “ilmu hadis” untuk memastikan kebenaran setiap beritanya. Ketiga, sejarah Muhammad yang secara khusus sebagai biografi dapat dilihat dalam biografi Muhammad (sirroh nubuwwah) yang jumlahnya sangat banyak.
Apa masih ada lagi? Masih dong! Jejak sejarah Muhammad ini juga dapat dilihat pada bukti-bukti empiris yang dapat disaksikan hingga kini. Mekah, kota kelahiran Nabi Muhammad, gua hiro (tempat kontemplasi Muhammad) bahkan rumah, sampai makam Nabi Muhammad SAW masih ada hingga kini. Ka’bah, tempat menghadap Nabi Muhammad SAW saat beribadah serta kaum muslimin masih utuh hingga saat ini. Semuanya masih terang benderang dan dapat disaksikan dan dianalisa hingga sekarang.
Kejelasan sejarah Nabi Muhammad SAW ini tentu saja memudahkan setiap orang untuk mengenal siapa Muhammad SAW atau bahkan di satu sisi, bagi yang tidak suka, untuk menjelek-jelekkannya. Kenyataan ini juga yang memudahkan Michael Hart, seorang ilmuwan Amerika ternama di bidang astronomi dan geometri yang telah banyak melakukan riset ilmiah tentang tokoh-tokoh besar dunia tanpa ragu sedikit pun menempatkan Muhammad sebagai manusia nomor satu yang paling sukses dan paling berpengaruh dalam sejarah dalam karyanya yang berjudul The 100, a Ranking of the Most Influental Persons in History. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya manusia yang meraih keberhasilan spektakuler baik di bidang penyiaran agama maupun kehidupan dunia. Dia adalah pemimpun politik dan panglima tentara yang brilian serta pemimpin agama yang hebat dan agung. Berikut ini komentar tokoh dunia tentang Nabi Muhammad SAW:
Michael H. Hart penulis “Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia” berkata: “Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar seratus tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.”
Penulis Inggris yang tersohor, Thomas Carlil menyatakan: “Sungguh tidak mungkin, Muhammad itu seorang pendusta. Kalau ia berbuat dusta, dia tidak akan mampu membawa agama yang menakjubkan ini. Demi Allah, seorang pendusta tidak akan mampu mendirikan sebuah rumah yang megah, jika ia tidak memahami berbagai material dan jenis bahan bangunan. Apalagi hendak membangun suatu mahligai yang tinggi dan kekar bangunannya, seperti halnya agama Islam ini, yang kekuatan dan kebesarannya bisa berlangsung berabad-abad lamanya.”
Bernard Shaw berkata: “Saya yakin, kalau ada seorang lelaki seperti Muhammad diberi wewenang memegang tampuk pemerintahan secara mutlak di seluruh dunia, pastilah pemerintahannya itu akan berhasil baik dan tentulah ia akan memerintah ke jalan kebaikan, untuk memecahkan berbagai problema dengan meyakinkan serta memberikan kepada dunia kedamaian dan kebahagian yang didambakan.”
Sir Wiliam Muir, Seorang penulis inggris, berkata: “ Di antara sifat-sifatnya yang patut di garis bawahi dan diagungkan adalah kelembutan dan hormatnya, yang dengan keduanya ia bergaul dan menegur sapa para sahabatnya yang paling rendah sekalipun. Kerendahan hati, kasih sayang, kemanusian, tidak mementingkan diri, suka memaafkan dan persaudaraan, menyusup keseluruh jiwanya dan rasa cinta mengikat erat semua orang yang hidup di sekelilingnya.” Mahatma Gandhi, bertutur:“Ajaran yang dibawa oleh Muhammad adalah peninggalan yang paling Bijaksana bukan hanya untuk muslim tapi untuk seluruh umat manusia.”
Seorang Orientalis Jerman Bretly Hiler di dalam bukunya “Orang-Orang Timur dan Keyakinan-keyakinan Mereka” mengatakan: “Muhammad adalah seorang kepala negara yang punya perhatian besar pada kehidupan rakyat dan kebebasannya. Dia menghukum orang-orang yang melakukan pidana sesuai dengan kondisi zamannya dan sesuai dengan situasi kelompok-kelompok buas di mana Nabi hidup di antara mereka. Nabi ini adalah seorang penyeru kepada agama Tuhan Yang Esa. Di dalam dakwahnya, dia menggunakan cara yang lembut dan santun meskipun dengan musuh-musuhnya. Pada kepribadiaannya ada dua sifat yang paling utama dimiliki oleh jiwa manusia. Keduanya adalah “keadilan dan kasih sayang”.
Gustave Lebon, cendikiawan Perancis bertutur : “Kalau seeorang itu dinilai dari karya-karyanya, maka dapat kita katakana, bahwa Muhammad adalah pribadi terbesar yang pernah dikenal sejarah. “ Tor Andrae dan George Pharsae dalam bukunya (Al Alamusy Syarqi) mengatakan : “ Dia seorang pemberani. Terjun ke medan laga untuk membangkitkan semangat pengikutnya yang lemah. Banyak fakir miskin yang datang ke rumahnya minta pertolongan. Ia pandai memelihara kewibawaannya dengan baik. Tidak banyak geraknya dan tidak di buat-buat. Wajahnya selalu di hias dengan senyuman dan mudah bergaul. Selalu ramah tamah, amarahnya tidak mudah dibangkitkan dan senantiasa bersikap toleransi. Sudah tentu ia banyak menghadapi kesulitan akibat berbagai perangai bangsanya pada waktu itu, namun ia hadapi mereka dengan budi luhur mulia dan akhlak yang baik, jauh dari berbagai pendapat kuno yang sedang mendominasi keadan pada waktu itu. Akhirnya semuanya dapat dihalau dan dipersatukannya di bawah panji-panji luhur itu, sehingga ia berhasil menggalang suatu kekuatan yang tak terkalahkan kemudian, yang telah berhasil meruntuhkan sendi-sendi dunia lama yang jahiliyah.”
Seorang filsuf dan penyair besar, Alfonso Du Lamartine mengatakan: “Orang-orang yang dengan cintanya memperdalam studi ketimuran dan Islam, akan meyakini bahwa hidup seperti kehidupan Muhammad dan berpikir seperti pikiran dan jihadnya, lompatannya dalam menghadapi para penyembah berhala dan keyakinannya untuk mencapai kemenangan, upayanya meninggikan kalimat Allah dan ketabahannya demi menegakkan sendi-sendi akidah Islam, semuanya itu merupakan bukti kuat bahwa dia bukan seorang penipu atau seorang yang bergelimang kebatilan, tetapi ia seorang filsuf, seorang orator, seorang rasul, seorang penyampai wahyu, dan penyuluh umat manusia.”
Sedang seorang Sastrawan Jerman Gotah mengatakan, “Sesungguhnya kita warga Eropa dengan seluruh pemahaman kita, belum sampai kepada apa yang telah dicapai Muhammad. Dan tidak akan ada yang melebihi dirinya. Saya telah mengkaji dalam sejarah tentang keteladanan yang tinggi untuk umat manusia ini. Dan saya temukan itu pada Nabi Muhammad. Demikianlah seharusnya kebenaran itu menang dan tinggi, sebagaimana Muhammad telah sukses menundukan dunia dengan kalimat tauhid.”
Garsan de Tassi berkata:“Sesungguhnya Muhammad dilahirkan dari pangkuan keberhalaan Tetapi sejak kecil ia telah menunjukkan akal budi yang sangat cerdas, selalu menjauhkan diri dari berbagai perbuatan hina dan tercela dan sangat mencintai keutamaan. Niatnya selalu ikhlas dan baik sekali, tidak seperti yang biasa dilakukan anggota masyarakat pada zamannya, sehingga ia digelari oleh masyarakatnya dengan Al Amin.”
Selanjutnya, khusus untuk al-Hadis/Sunah tidaklah diterima begitu saja. Untuk memastikan apakah semua itu benar-benar catatan otentik pada saat rasul masih hidup atau bukan maka telah diadakan riset ilmiah dengan satu metodologi yang disebut dengan “ilmu musthalahatu hadis”. Melalui metode ini, setiap catatan, baik berupa kata-kata, perbuatan, maupun ketetapan Nabi Muhammad SAW diteliti hingga menemukan bukti kepastian bahwa semua itu benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. Catatan yang terbukti berasal dari Nabi maka dikatagorikan sebagai hadis shahih. Sebaliknya, catatan yang tidak terbukti dari Nabi, maka itu dimasukkan ke dalam katagori hadis palsu yang tidak boleh dijadikan pedoman bagi umat Islam. Metode semacam ini tidak pernah diterapkan untuk catatan-catatan tentang para rasul sebelum Muhammad.
Dengan data-data dan penjelasan di atas, maka kiranya dapat disimpulkan bahwa Muhammad jelas manusia hebat, seorang rasul utusan Allah yang jelas dapat dipercaya bahkan secara ilmiah sebagai pembawa kebenaran. Kejelasan tentang sosok Muhammad ini semakin mengokohkan bahwa al-Quran adalah wahyu Allah yang dapat diterima baik secara iman maupun secara ilmiah. Nah, setelah kita mendapatkan kejelasan dan alasan yang kuat bahwa al-Quran dan al-Hadits/Sunah dapat diandalkan sebagai sumber kebenaran, maka pada pembahasan selanjutnya kita akan semakin mudah untuk menerima informasi-informasi dari kedua sumber ini, terutama berkenaan dengan hal-hal metafisi/ghaib/akidah.[]
Secara etimologi, akidah berasal dari bahasa Arab: aqada – ya’qidu – aqidatan (aqidah) yang artinya: simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh (al-Munawar, 1984: 1023). Adapun secara terminologi (istilah), akidah adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan. Mengapa keyakinan? Karena sebagian besar pembahasannya banyak berkaitan dengan sesuatu yang ghaib, hal-hal metafisis, yang tidak bisa dibuktikan secara empiris, tidak bisa diindera dengan indera fisik (panca indera).
Selanjutnya ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menyebut ajaran akidah, yaitu:
1. Akidah
Seperti telah disinggung di atas, akidah berasal dari kata aqidah yang artinya simpul, ikatan, janji, kokoh. Mengapa dikatakan simpul/ikatan? Karena ajaran-ajaran yang berkenaan dengan akidah merupakan simpul utama ajaran Islam. Tanpa aqidah, pengamalan terhadap ajaran Islam yang lain tak diakui. Disebut “janji” karena akidah berisi keyakinan yang tidak cukup hanya diyakini secara pasif. Tapi keyakinan aktif. Keyakinan yang mengandung konsekuensi dan janji untuk mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi larangannya. Keyakinan yang tak dibarengi dengan pemenuhan janji ini berarti keimanan yang ingkar janji. Arti “kokoh” mengandung pengertian bahwa keimanan ini haruslah keimanan yang kokoh, keimanan yang kuat. Hanya keimanan yang kokohlah yang akan membawa dampak positif dan mempunyai arti bagi seseorang.
2. Tauhid
Tauhid bersal dari kata: wahhada-yuwahhidu-tauhidan (tauhid) yang artinya “esa/tunggal”. Ini merujuk pada sifat Allah yang tunggal. Mengapa merujuk pada keesaan Allah? Karena inti utama dari ajaran ini adalah mengesakan Allah, menjadikan Allah sebagai sumber utama segala hal. Allah adalah titik fokus kehidupan, titik fokus konsentrasi. Allah adalah tujuan utama segala amal perbuatan.
3. Ushuluddin
Ushuluddin merupakan bahasa Arab ushul ad-din yang artinya pokok-pokok agama. Ajaran ini merupakan ajaran pokok agama. Orang yang akan memeluk Islam pertama-tama harus memahami tentang ajaran ini. Jadi ini adalah ilmu dasar yang harus dipahami oleh setiap orang yang memeluk Islam. Tanpa memahami dan meyakini ajaran ini, keberislaman kita tak ada gunanya.
4. Fikih Akbar
Fiqh akbar artinya pemahaman terbesar, atau pemahaman yang paling penting. Ajaran ini adalah ajaran yang harus mendapat prioritas, pemahaman yang sangat penting sehingga disebut fiqh akbar.
SYARAT UTAMA AKIDAH
Memang benar bahwa asas utama akidah adalah keyakinan. Namun demikian, dalam ajaran Islam, keimanan bukan sesuatu yang serta-merta dipercaya begitu saja. Dia harus memenuhi syarat dan alasan tertentu untuk bisa dipercaya sebagai kebenaran. Alasan inilah yang disebut dengan dalil (landasan argumentasi). Landasan argumentasi ini terbagi menjadi dua: argumentasi logika (dalil aqliyyah) dan argumentasi berdasarkan ayat suci (dalil naqliyyah). Kedua dalil inilah yang menjadi ujian awal bagi sebuah akidah yang lurus (aqidah shihah). Jadi, aqidah adalah kepercayaan argumentatif yang bisa diklarifikasi sumber kebenarannya. Inilah bedanya aqidah dengan mitos. Mitos adalah kepercayaan yang tak berdasar dan tak bisa diklarifikasi sumber kebenarannya.
Selanjutnya, argumentasi ‘aqliyyah dan naqliyyah di atas barulah prasyarat awal atau sebut saja sebagai pintu masuk. Dengan kata lain, kedalaman keimanan bukan terletak pada kemampuan seseorang dalam memahami argumentasi-argumentasi itu. Tapi terletak pada dimensi batin, terletak pada dimensi ghaib, dimensi spiritual yang tidak terindera. Untuk mempertajam keimanan tidak bisa hanya melakukan penalaran logis dan pemahaman atas teks kitab suci. Tapi harus disertai dengan latihan-latihan spiritual atau sebut saja latihan untuk menghidupkan indera keenam.
URGENSI AKIDAH
Mengapa orang mesti mempunyai akidah atau keyakinan? Karena keyakinan adalah mesin yang menggerakkan sikap dan perbuatan seseorang. Sebagai contoh, orang yang punya keyakinan bahwa dirinya akan sukses pasti akan tergerak untuk mencapai kesuksesan tersebut. Sebaliknya, orang yang yakin kalau dirinya tak akan pernah sukses, maka ia cenderung pasif dan malas. Orang yang yakin kalau harta adalah sumber kebahagiaan, maka ia juga akan berusaha keras untuk mendapatkannya. Demikian seterusnya. Intinya, keyakinan adalah penggerak semua aktifitas manusia. Sikap dan perbuatan manusia pada dasarnya adalah cerminan dari keyakinannya.
Selanjutnya, akidah menjadi penting karena dua hal. Pertama, akidah adalah bagian terpenting dalam ajaran Islam. Jika ajaran Islam ini diumpamakan jasad, maka iman adalah ruhnya. Ia adalah jantung yang memompa darah kehidupan ke sekujur badan. Demikian halnya dengan akidah. Dialah yang menjadi ruh ajaran Islam. Berdasarkan imanlah seseorang akan dinilai di hadapan Allah. Pada gilirannya, imanlah yang akan mengontrol dan mengarahkan perilaku seorang Mukmin. Bahkan, shalat, haji, puasa, dan seluruh amal baik tak ada gunanya tanpa adanya keimanan. Demikian juga kualitas keberagamaan kita, kualitas ibadah kita juga diukur dengan seberapa besar keimanan kita kepada Allah. Mungkin kita shalat dan melakukan kebajikan lain, tapi apakah kita benar-benar mengingatnya? Apakah Allah senantiasa hadir dalam kehidupan kita? Apakah kalau kita sedang shalat kita merasa benar-benar sedang menghadap Allah? Apakah saat kita mendapat keberuntungan kita sadar bahwa itu datangnya dari Allah?
Kedua, akidah mempunyai manfaat yang besar dalam kehidupan. Hidup ini sangat labil, penuh dengan ujian dan cobaan. Untuk menghadapi situasi semacam ini manusia memerlukan pegangan yang kokoh, memerlukan sandaran yang kuat, membutuhkan mental yang tahan banting. Bagaimana cara mendapatkan semuanya? Caranya adalah dengan beriman kepada Allah. Jadi beriman kepada Allah adalah konsep dasar untuk membentuk pribadi yang tangguh. Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah akan menjadi sosok tangguh yang kebal dari rasa takut dan kesedihan (QS. al-Baqarah [2[: 38).
SIFAT AKIDAH
Sifat akidah bagi manusa adalah bawaan (fithrah) manusia. Manusia secara secara kodrati sudah mempunyai kecenderungan atau naluri untuk bertuhan. Sifat inilah yang oleh Mircle Eliade disebut sebagai homo religious. Danah Zohan dan Ian Mashall menyebutnya sebagai “God spot”. (Pasha, 2005: 164). Dari waktu ke waktu, meski tanpa mengenal ayat Tuhan dan para rasul, sejarah manusia selalu diwarnai dengan pencarian dan penyembahan akan Tuhan.
Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT berfirman: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan). (QS. al-Araf [7]: 172).
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa sebelum manusia terlahir ke dunia Allah pernah mengambil sumpah terhadap jiwa-jiwa mereka dengan menanyakan kepada jiwa-jiwa itu: "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" kemudian para jiwa itu menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". Jadi para jiwa itu telah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Jadi para jiwa itu telah mempunyai ingatan tentang “Allah” di “alam bawah sadar” mereka. Karenanya, dalam konteks ini, mengajak orang untuk bertuhan“Allah”pada hakikatnya hanyalah mengingatkan atau membangunkan ingatan bawah sadar mereka, dan bertuhan “Allah” bagi manusia adalah kembali pada hakikatnya adalah kembali pada hakikatnya kemanusiaan yang sesungguhnya.
RUANG LINGKUP AKIDAH
Apa yang akan kita pelajari dalam akidah ini? Ulama telah membagi ruang lingkup pembahasan akidah ke dalam 4 (empat) pembahasan, yaitu:
- Ilahiyyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan masalah ketuhanan utamanya pembahasan tentang Allah.
- Nubuwwat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan utusan-utusan Allah, yaitu para nabi dan para rasul Allah.
- Ruhaniyyat, yaitu pembahasan yang berkenaan dengan makhluk gaib, seperti Jin, Malaikat, dan Iblis.
- Sam’iyyat, yaitu pembahasan yang bekenaan dengan alam ghaib, seperti alam kubur, akhirat, surga, neraka, dan qadha qadar.
SUMBER AKIDAH
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa akidah atau keyakinan yang kita maksud bukanlah sekedar keyakinan, tapi keyakinan yang mempunyai sumber shahih atau otoritatif. Keyakinan yang tak berdasar kita sebut sebagai mitos. Semua informasi yang berkenaan dengan keyakinan ini harus mempunyai referensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana telah disinggung di sebelumnya, bahwa sumber utama utama akidah adalah al-Quran, sumber utama ajaran Islam. Selanjutnya adalah ucapan, perbuatan, ketetapan dari Nabi Muhammad SAW yang disebut dengan Sunah. Petanyaannya adalah, mengapa harus kitab suci al-Quran dan Sunah? Mengapa tidak kitab suci yang lain? Apakah kitab ini bisa dipercaya sebagai sumber kebenaran? Apa sebenarnya al-Quran dan apa pula Sunah/al-Hadits ini? Apakah keduanya bisa dipercaya? Mari kita bahasa satu-persatu melalui penjelasan berikut.
Pentingnya Sumber Kebenaran
Anda pasti pernah menyaksikan sidang pengadilan, kan? Dalam dunia tata hukum, pengadilan adalah tempat untuk membuktikan suatu kebenaran yang kemudian juga diketahui mana pihak yang salah. Nah, untuk mendapatkan kebenaran ini, suatu kasus yang disidangkan harus mempunyai alat bukti yang kuat. Bukti itu bisa material ataupun keterangan para saksi yang terpercaya. Hakim boleh jadi tak melihat langsung kejadian. Tapi dia bisa memutuskan mana benar dan mana salah berdasarkan kesaksian atau berita yang didapat dari para saksi ini. Jadi, untuk mendapatkan bukti kebenaran dapat melalui 2 (dua) cara: menyasikan langsung, atau melalui sumber dan bukti-bukti yang terpercaya. Akidah sebagaimana telah didefinisikan sebelumnya adalah ajaran Islam yang berkenaan dengan keyakinan. Lebih jelasnya, isi dari akidah yang kita maksud di sini adalah berupa informasi-informasi yang sebagian banyak berkenaan dengan obyek ghaib/metafisis yang tidak dapat disaksikan langsung dengan pancaindera, tidak empiris. Sampai sini barangkali ada yang menyangkal: kalau tidak bisa dicerna dengan pancaindera apakah itu bisa disebut dengan kebenaran? Bukankah yang disebut dengan “kebenaran ilmiah” harus memenuhi 2 syarat pokok: empiris dan rasional. Syarat ini memang benar untuk hal-hal yang kasat mata, hal-hal yang empiris. Tapi sekali lagi kan tadi sudah dibilang, yang dibicarakan dalam akidah kebanyakan bukanlah hal-hal yang kasat mata. Jadi nilai kebenarannya tidak bisa diukur dengan ukuran yang diberlakukan untuk hal-hal yang kasat mata. Jadi alat ukur kebenaran itu berbeda-beda sesuai dengan jenis obyeknya. Alat penimbang berat tentu tidak bisa digunakan untuk mengukur jarak tempuh, berbeda pula dengan alat pengukur suhu, dan seterusnya.
Bahkan untuk yang kasat mata pun seringkali kita menyatakan benar bukan karena kita telah mengukurnya secara empiris dan rasional. Tapi karena kita yakin, karena kita percaya pada sumber informasinya. Contoh mudahnya ketika Anda pergi ke dokter. Setelah dokter mendiagnosa kondisi penyakit Anda biasanya ia menulis resep. Setelah Anda lihat resep itu ternyata Anda tidak bisa membaca tulisan si dokter itu, kan? Atau meskipun bisa membacanya tapi kebanyakan orang awam tidak tahu benda macam apa yang ditulis oleh di dokter ini. Tapi apa yang kita lakukan? Apa kita protes gara-gara ketidakpahaman kita? Kebanyakan, bahkan pasien yang cerdas, tidak perlu bertele-tele bertanya segala macam, apalagi protes sama dokter. Kebanyakan percaya saja dan langsung pergi ke apotik untuk menyerahkan resep itu. Kemudian melakukan apa pun yang disarankan dokter. Mengapa demikian? Karena kita tahu kalau si dokter ini adalah dokter yang otoritatif, dokter yang punya ijin praktek.
Atau tidak usah jauh-jauh ngomongin dokter. Dalam kehidupan sehari-hari saja kita seringkali menyatakan kebenaran dengan percaya begitu saja. Bukan karena kita benar-benar tahu bukti. Tapi karena kita percaya pada sumber informasinya. Kita telah mengenal baik bahwa pembawa informasi itu adalah orang yang jujur dan amanah. Dengan demikian, untuk meyakini suatu kebenaran kita tidak harus menyaksikan langsung obyek keyakinan tersebut. Tapi bisa melelui sumber-sumber yang otoritatif. Jadi, sumber informasi yang otoritatif adalah salah satu bukti kebenaran. Saya belum pernah ke Mekah, tapi saya yakin seribu prosen bahwa di sana ada Ka’bah, meskipun saya belum pernah menyaksikan langsung. Mengapa saya percaya padahal saya belum pernah membuktikan dan menyaksikan sendiri? Karena sudah banyak yang ke sana dan bercerita bahwa di sana memang benar-benar ada Ka’bah. Yang menceritakan itu banyak sekali dan banyak diantara mereka adalah orang yang jujur dan amanah. Jadi, saya juga belum pernah berkunjung ke surga. Tapi mudah saja saya percaya akan adanya surga. Mengapa? Karena saya mendapat informasi ini dari Muhammad, orang yang dijuluki “al-Amin” (terpercaya), bahkan saya mendapat informasi langsung dari yang membuat surga, Allah SWT. Benarkan Muhammad dan al-Quran ini bisa dipercaya? Mari kita bahas sejenak.
Otoritas Al-Quran sebagai Sumber Akidah
Wahyu Allah sudah diturunkan sejak pertama kali adanya manusia di muka bumi ini. Adam AS adalah manusia pertama, sekaligus rasul Allah pertama yang mendapat wahyu Allah. Orang yang dipercaya Allah untuk mengemban wahyu ini disebut dengan nabi/rasul. Para nabi dan rasul inilah orang-orang terpilih yang diberitugas untuk membimbing manusia ke jalan kebenaran.
Selanjutnya, setelah Nabi Adam AS wafat, para rasul silih berganti seiring dengan bergulirnya waktu. Secara keseluruhan, jumlah para nabi/rasul ini sangat banyak. Banyak diantara mereka yang tidak lagi ditemukan jejak sejarahnya. Mereka telah meninggal. Demikian juga wahyu dan ajaran yang mereka bawa juga banyak yang turut musnah. Sebagian yang masih ada tentu saja banyak juga yang telah berubah karena konskuensi logis dari perubahan sejarah di satu sisi dan suatu kesengajaan dari oknum-oknum (para penentang ajaran para rasul) tertentu di sisi yang lain.
Untungnya, wahyu Allah ini tidak terputus. Dari masa ke masa Allah terus-menerus menurunkan wahyu-Nya. Wahyu ini berisi ajaran-ajaran lama yang masih relevan dan otentik, sebagian bersifat meluruskan penyimpangan, dan sebagian yang lain merupakan ajaran baru yang merupakan penyempurnaan dari ajaran sebelumnya. Wahyu Allah yang terkhir turun dan masih dikenal dengan baik hingga sekarang secara berurutan adalah: Zabur/Perjanjian Lama (diturunkan kepada Nabi Dawud AS), Taurat/Perjanjian Lama (diturunkan kepada Nabi Musa AS), Injil/Perjanjian Baru (diturunkan kepada Nabi Isa AS/ Yesus Kristus), dan al-Quran/Perjanjian Terbaru (diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW).
Melihat urutan di atas, al-Quran adalah wahyu Allah terakhir yang jika dilihat ke dalam isinya berisi tentang: pertama, beberapa ajaran masa lalu yang berada dalam tiga kitab suci sebelumnya. Kedua, beberapa ajaran yang meluruskan penyimpangan yang terdapat dalam kitab sebelumnya. Ketiga, beberapa ajaran baru yang merupakan penyempurna dari ajaran-ajaran sebelumnya.
Melihat kronologi turunnya wahyu-wahyu Allah ini kita tahu persis bahwa al-Quran berada di urutan terakhir. Artinya al-Quranlah yang paling dekat dengan masa kita sekarang ini. Adalah suatu hal yang sangat logis bahwa semakin jauh jarak sejarah dengan masa kini maka semakin sulit data-data sejarah itu dilacak. Demikian juga dengan kitab wahyu-wahyu ini. Semakin jauh masa keberadaan suatu kitab suci, maka semakin sulit juga melacak data-data yang menunjukkan keotentikan kitab suci tersebut. Dengan kata lain, secara logika, al-Quran-lah yang paling memungkinkan untuk dilacak keotentikannya jika melihat durasi waktu dan rentang sejarah. Namun demikian, hal ini juga bukan serta merta suatu jaminan. Artinya al-Quran harus benar-benar dibuktikan bahwa kitab ini mempunyai beberapa alasan riil yang membuatnya bias diterima sebagai kitab suci yang masih terpelihara keorisinilannya hingga sekarang sehingga ia layak dijadikan pedoman.
Berkenaan dengan hal ini, ada beberapa fakta otentik yang dapat ditunjukkan. Pertama, al-Quran adalah satu-satunya kitab suci yang isinya ditulis dan dihafal sejak diturunkannya hingga sekarang. Dan satu lagi, para penghafal al-Quran ini bukan satu atau dua orang. Tapi ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang. Kedua, al-Quran adalah kitab suci yang terpelihara dengan bahasa asli (bahasa Arab) sejak diturunkannya hingga sekarang dan bahasa itu masih hidup di masyarakat hingga sekarang. Ketiga, kitab suci al-Quran tidak tercampur dengan kata-kata/sabda Nabi Muhammad SAW dan penjelasan para ilmuwan Islam (mufasir). Dalam disiplin keilmuan Islam, antara perkataan/firman Allah al-Quran, perkataan/sabda Nabi Muhammad SAW, dan perkataan/tafsir para ahli Islam (ulama, mufasir) dibedakan dengan tegas. Wahyu Allah dikumpulkan dalam al-Quran. Sabda Nabi Muhammad SAW dikumpulkan dalam al-Hadits/Sunah, dan perkataan para ulama dikumpulkan dalam kitab-kitab Tafsir. Dengan pemisahan seperti ini menjadi jelas bahwa al-Quran adalah murni firman Allah.
Otoritas Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa al-Quran
Selanjutnya hal penting yang harus juga diselidiki terkait dengan pembahasa ini adalah mengenai Nabi Muhammad SAW sebagai rasul Allah terakhir yang kepadanya diturunkan wahyu Allah yang terakhir (al-Quran). Selain wahyu itu sendiri, sosok pembawa wahyu itu harus kita ketahui dengan baik karena dialah pengabar pertama dari wahyu-wahyu itu. Bagi orang yang telah memahami dan mempunyai bukti-bukti kuat tentang kedahsyatan dan keotentikan al-Quran pastilah mudah untuk menerima dan mengakui Muhammad sebagai seorang rasul. Karena firman yang luar biasa ini tentulah dibawa oleh seorang yang luar biasa, orang yang dipilih Tuhan. Inilah bedanya Muhammad dengan rasul sebelumnya dimana kitab suci al-Quran adalah mukjizat utama bagi kenabiannya. Dan dalam al-Quran ini banyak kisah tentang Muhammad, tentu saja termasuk penyebutan bahwa Muhammad adalah seorang rasul.
Tapi bagaimana dengan orang yang belum atau tidak percaya dengan kitab suci ini. Bagaimana cara mengetahui sosok seorang tokoh yang telah berlalu begitu lama? Biografi. Yah, tepat sekali. Kita dapat mengetahui tokoh-tokoh besar ini melalui rekam jejak sejarahnya, melalui biografinya. Semakin banyak dan semakin detail jejak sejarah yang tertinggal, maka semakin mudah pula untuk mengenal tokoh tersebut. Dengan kata lain, tokoh yang jejak sejarahnya telah musnah semakin sulit untuk dikenali secara baik kepribadiannya. Ini adalah alasan ilmiah paling sederhana yang dapat kita jadikan argumentasi untuk mengetahui seorang tokoh.
Nah, pertanyaannya adalah, apakah sejarah Muhammad tertulis dengan baik? Tanpa ragu lagi saya menjawab “ya” seribu kali. Jejak sejarah Nabi Muhammad jelas yang paling mudah diteliti ketimbang rasul-rasul sebelumnya. Salah satu alasannya adalah dekatnya masa kehidupan Nabi Muhammad SAW dengan zaman kita sekarang ini. Muhammad adalah sosok yang paling terang dalam catatan sejarah. Dimana kita dapat mempelajari jejak sejarah dan biografi Muhammad? Pertama, al-Quran banyak bercerita tentang Muhammad. Kedua, al-Hadis/Sunah secara keseluruhan juga bercerita tentang. Apa yang dimaksud dengan al-Hadis/Sunah ini? Sunah adalah catatan para sahabat perihal Muhammad, baik kata-kata, perbuatan, maupun ketetapannya. Al-Hadis/Sunah adalah liputan besar tentang Muhammad. Jadi semua hal yang terkait dengan Muhammad dicatat. Bahkan sampai cara cara makan, cara masuk toilet Muhammad semuanya tercatat. Hebatnya, catatan-catatan yang disebut dengan al-Hadits dan Sunah ini tidak diterima begitu saja. Semuanya telah diverisikasi dengan suatu metode penelitian yang disebut “ilmu hadis” untuk memastikan kebenaran setiap beritanya. Ketiga, sejarah Muhammad yang secara khusus sebagai biografi dapat dilihat dalam biografi Muhammad (sirroh nubuwwah) yang jumlahnya sangat banyak.
Apa masih ada lagi? Masih dong! Jejak sejarah Muhammad ini juga dapat dilihat pada bukti-bukti empiris yang dapat disaksikan hingga kini. Mekah, kota kelahiran Nabi Muhammad, gua hiro (tempat kontemplasi Muhammad) bahkan rumah, sampai makam Nabi Muhammad SAW masih ada hingga kini. Ka’bah, tempat menghadap Nabi Muhammad SAW saat beribadah serta kaum muslimin masih utuh hingga saat ini. Semuanya masih terang benderang dan dapat disaksikan dan dianalisa hingga sekarang.
Kejelasan sejarah Nabi Muhammad SAW ini tentu saja memudahkan setiap orang untuk mengenal siapa Muhammad SAW atau bahkan di satu sisi, bagi yang tidak suka, untuk menjelek-jelekkannya. Kenyataan ini juga yang memudahkan Michael Hart, seorang ilmuwan Amerika ternama di bidang astronomi dan geometri yang telah banyak melakukan riset ilmiah tentang tokoh-tokoh besar dunia tanpa ragu sedikit pun menempatkan Muhammad sebagai manusia nomor satu yang paling sukses dan paling berpengaruh dalam sejarah dalam karyanya yang berjudul The 100, a Ranking of the Most Influental Persons in History. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya manusia yang meraih keberhasilan spektakuler baik di bidang penyiaran agama maupun kehidupan dunia. Dia adalah pemimpun politik dan panglima tentara yang brilian serta pemimpin agama yang hebat dan agung. Berikut ini komentar tokoh dunia tentang Nabi Muhammad SAW:
Michael H. Hart penulis “Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia” berkata: “Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar seratus tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.”
Penulis Inggris yang tersohor, Thomas Carlil menyatakan: “Sungguh tidak mungkin, Muhammad itu seorang pendusta. Kalau ia berbuat dusta, dia tidak akan mampu membawa agama yang menakjubkan ini. Demi Allah, seorang pendusta tidak akan mampu mendirikan sebuah rumah yang megah, jika ia tidak memahami berbagai material dan jenis bahan bangunan. Apalagi hendak membangun suatu mahligai yang tinggi dan kekar bangunannya, seperti halnya agama Islam ini, yang kekuatan dan kebesarannya bisa berlangsung berabad-abad lamanya.”
Bernard Shaw berkata: “Saya yakin, kalau ada seorang lelaki seperti Muhammad diberi wewenang memegang tampuk pemerintahan secara mutlak di seluruh dunia, pastilah pemerintahannya itu akan berhasil baik dan tentulah ia akan memerintah ke jalan kebaikan, untuk memecahkan berbagai problema dengan meyakinkan serta memberikan kepada dunia kedamaian dan kebahagian yang didambakan.”
Sir Wiliam Muir, Seorang penulis inggris, berkata: “ Di antara sifat-sifatnya yang patut di garis bawahi dan diagungkan adalah kelembutan dan hormatnya, yang dengan keduanya ia bergaul dan menegur sapa para sahabatnya yang paling rendah sekalipun. Kerendahan hati, kasih sayang, kemanusian, tidak mementingkan diri, suka memaafkan dan persaudaraan, menyusup keseluruh jiwanya dan rasa cinta mengikat erat semua orang yang hidup di sekelilingnya.” Mahatma Gandhi, bertutur:“Ajaran yang dibawa oleh Muhammad adalah peninggalan yang paling Bijaksana bukan hanya untuk muslim tapi untuk seluruh umat manusia.”
Seorang Orientalis Jerman Bretly Hiler di dalam bukunya “Orang-Orang Timur dan Keyakinan-keyakinan Mereka” mengatakan: “Muhammad adalah seorang kepala negara yang punya perhatian besar pada kehidupan rakyat dan kebebasannya. Dia menghukum orang-orang yang melakukan pidana sesuai dengan kondisi zamannya dan sesuai dengan situasi kelompok-kelompok buas di mana Nabi hidup di antara mereka. Nabi ini adalah seorang penyeru kepada agama Tuhan Yang Esa. Di dalam dakwahnya, dia menggunakan cara yang lembut dan santun meskipun dengan musuh-musuhnya. Pada kepribadiaannya ada dua sifat yang paling utama dimiliki oleh jiwa manusia. Keduanya adalah “keadilan dan kasih sayang”.
Gustave Lebon, cendikiawan Perancis bertutur : “Kalau seeorang itu dinilai dari karya-karyanya, maka dapat kita katakana, bahwa Muhammad adalah pribadi terbesar yang pernah dikenal sejarah. “ Tor Andrae dan George Pharsae dalam bukunya (Al Alamusy Syarqi) mengatakan : “ Dia seorang pemberani. Terjun ke medan laga untuk membangkitkan semangat pengikutnya yang lemah. Banyak fakir miskin yang datang ke rumahnya minta pertolongan. Ia pandai memelihara kewibawaannya dengan baik. Tidak banyak geraknya dan tidak di buat-buat. Wajahnya selalu di hias dengan senyuman dan mudah bergaul. Selalu ramah tamah, amarahnya tidak mudah dibangkitkan dan senantiasa bersikap toleransi. Sudah tentu ia banyak menghadapi kesulitan akibat berbagai perangai bangsanya pada waktu itu, namun ia hadapi mereka dengan budi luhur mulia dan akhlak yang baik, jauh dari berbagai pendapat kuno yang sedang mendominasi keadan pada waktu itu. Akhirnya semuanya dapat dihalau dan dipersatukannya di bawah panji-panji luhur itu, sehingga ia berhasil menggalang suatu kekuatan yang tak terkalahkan kemudian, yang telah berhasil meruntuhkan sendi-sendi dunia lama yang jahiliyah.”
Seorang filsuf dan penyair besar, Alfonso Du Lamartine mengatakan: “Orang-orang yang dengan cintanya memperdalam studi ketimuran dan Islam, akan meyakini bahwa hidup seperti kehidupan Muhammad dan berpikir seperti pikiran dan jihadnya, lompatannya dalam menghadapi para penyembah berhala dan keyakinannya untuk mencapai kemenangan, upayanya meninggikan kalimat Allah dan ketabahannya demi menegakkan sendi-sendi akidah Islam, semuanya itu merupakan bukti kuat bahwa dia bukan seorang penipu atau seorang yang bergelimang kebatilan, tetapi ia seorang filsuf, seorang orator, seorang rasul, seorang penyampai wahyu, dan penyuluh umat manusia.”
Sedang seorang Sastrawan Jerman Gotah mengatakan, “Sesungguhnya kita warga Eropa dengan seluruh pemahaman kita, belum sampai kepada apa yang telah dicapai Muhammad. Dan tidak akan ada yang melebihi dirinya. Saya telah mengkaji dalam sejarah tentang keteladanan yang tinggi untuk umat manusia ini. Dan saya temukan itu pada Nabi Muhammad. Demikianlah seharusnya kebenaran itu menang dan tinggi, sebagaimana Muhammad telah sukses menundukan dunia dengan kalimat tauhid.”
Garsan de Tassi berkata:“Sesungguhnya Muhammad dilahirkan dari pangkuan keberhalaan Tetapi sejak kecil ia telah menunjukkan akal budi yang sangat cerdas, selalu menjauhkan diri dari berbagai perbuatan hina dan tercela dan sangat mencintai keutamaan. Niatnya selalu ikhlas dan baik sekali, tidak seperti yang biasa dilakukan anggota masyarakat pada zamannya, sehingga ia digelari oleh masyarakatnya dengan Al Amin.”
Selanjutnya, khusus untuk al-Hadis/Sunah tidaklah diterima begitu saja. Untuk memastikan apakah semua itu benar-benar catatan otentik pada saat rasul masih hidup atau bukan maka telah diadakan riset ilmiah dengan satu metodologi yang disebut dengan “ilmu musthalahatu hadis”. Melalui metode ini, setiap catatan, baik berupa kata-kata, perbuatan, maupun ketetapan Nabi Muhammad SAW diteliti hingga menemukan bukti kepastian bahwa semua itu benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. Catatan yang terbukti berasal dari Nabi maka dikatagorikan sebagai hadis shahih. Sebaliknya, catatan yang tidak terbukti dari Nabi, maka itu dimasukkan ke dalam katagori hadis palsu yang tidak boleh dijadikan pedoman bagi umat Islam. Metode semacam ini tidak pernah diterapkan untuk catatan-catatan tentang para rasul sebelum Muhammad.
Dengan data-data dan penjelasan di atas, maka kiranya dapat disimpulkan bahwa Muhammad jelas manusia hebat, seorang rasul utusan Allah yang jelas dapat dipercaya bahkan secara ilmiah sebagai pembawa kebenaran. Kejelasan tentang sosok Muhammad ini semakin mengokohkan bahwa al-Quran adalah wahyu Allah yang dapat diterima baik secara iman maupun secara ilmiah. Nah, setelah kita mendapatkan kejelasan dan alasan yang kuat bahwa al-Quran dan al-Hadits/Sunah dapat diandalkan sebagai sumber kebenaran, maka pada pembahasan selanjutnya kita akan semakin mudah untuk menerima informasi-informasi dari kedua sumber ini, terutama berkenaan dengan hal-hal metafisi/ghaib/akidah.[]